Matahariku
Datangmu di lengkung langit hati
Terikmu menghapus jejak gerimis malam
***
Aku tidak bisa memilih ketika pertanyaan
itu menghampiriku. Puisi atau cerpen? Keduanya pernah mengisi jiwa mudaku. Aku yang
sedang bergejolak hanya bisa bercengkrama dengan kata. Saat aku memikirkannya. Saat
aku merindukanya tak pernah bisa kusebut. Dia rahasia puluhan purnama. Bersamanya
aku pernah dikelilingi kebahagian yang tak terbagi.
Siapa yang mengajariku menulis
puisi? Kehidupan. Aku dulu yang mudah sekali memindahkan liku kehidupan dalam
frasa kata. Seringkali membuatku takjub sendiri, aku menemukannya dimana. Namun
tak semua bisa memahami makna yang tersirat. Aku tak peduli, tetap saja
kurangkai seperti matahariku hangatnya menemani hari-hariku. Masihkah merangkai
kata puisi? Masih walau tertatih. Aku masih membaca kumpulan puisi berlembar-lembar
yang sederhana. Agar jiwaku tak kosong.
Lantas bagaimana dengan cerita
pendekmu? Aku belajar menulis cerita pendek dari pengalaman. Pengalaman hidup
mengajarkanku banyak hal. Satu per satu menjadi rangkaian cerita yang utuh. Tidak
selalu tentang pengalamanku. Pengalaman sekitar yang setiap hari terlihat oleh
mata. Aku memindahkan dalam rangkaian kata beralur. Cerita yang terkadang
sedikit kubumbui konflik atau romantisme. Aku pernah sekali duduk tercipta
cerita yang bikin dadaku sesak membacanya. Bagaimana bisa begitu? Ya, terbawa
karakter tokohnya seolah itu diriku padahal bukan. Berapa banyak cerita beralur
yang kau tulis? Banyak hingga aku membuatnya jadi sebuah buku yang menarik,
dengan judul bikin dahi berkerut. Cerita beralurku pun pernah dibaca puluhan
orang yang tak kukenal di negeri sebelah.
Sekarang masihkah menulis cerita
tersebut? Tidak. Aku tergugu merangkai alur cerita seperti dulu. Aku seperti
kehilangan jiwaku yang bersemangat. Pernah kupaksakan tak selesai. Aku menyerah.
Biarlah waktu yang akan mengajariku lagi menulis cerita beralur. Aku menulis
apa yang ingin kutulis agar jiwaku tenang.
Terkadang menulis keduanya jadi
obat dikala aku merasa sakit. Merasa ingin menyerah menghadapi dunia. Tapi inilah
pilihan hidup yang kujalani, meramu sedih dan bahagia bersamaan tentang masa
depan.
No comments:
Post a Comment